Monday, July 29, 2019

Perjuangan Bocah Kelapa Sawit

PERJUANGAN BOCAH KELAPA SAWIT


Bersyukur adalah ibadah yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat susah untuk diterapkan. Padahal Allah sudah berjanji untuk menambah ni’mat ketika kita sebagai hamba-Nya mampu bersyukur. Dalam surat Ibrahim ayat 7, Allah SWT berfirman:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لاَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ 

Artinya: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Hal ini menjadi sukar untuk diterapkan karena rasa syukur akan susah hinggap didalam hati kita jika kita hanya berdiam diri tanpa mengusahakan sesuatu. Dalam Surat Ar-Ra’d, ayat 11, Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Dua ayat ini selalu menjadi acuan hidup saya dalam mengusahakan sesuatu, hal ini telah ditanamkan abi saya dari kecil. Teori Lima Bintang yang telah diajarkan dari saya kecil sangat melekat dalam diri saya sampai saat ini. Abi saya selalu mengatakan, dalam mengejar suatu tujuan, kamu harus melakukan hal itu sepenuh hati, berikan effort terbaikmu, agar rasa syukur lebih mudah tinggal didalam dirimu.

Sekitar 5 tahun yang lalu, selepas lulus kuliah saya bekerja di salah satu konsultan asing yang berkecipung dalam dunia pemetaan perkebunan dan pertambangan. Saat itu saya dikirim ke proyek pemetaan kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Singkat cerita, suatu malam bapak manager kebun itu masuk ke kamar saya dan teman-teman saya. Beliau bertanya kepada kepada kami, adakah diantara kami yang bisa mengajar. Teman-teman saya lalu menunjuk saya, saya yang masih dalam keadaan bingung bertanya kepada bapak tersebut saya harus mengajar apa dan siapa. Lalu dengan tersenyum bapak berkata kepada saya kalau dia biasanya mengajar ngaji anak-anak seusai maghrib, namun saat ini dia harus pulang ke Jakarta, jadi dia perlu orang untuk menggantikannya.

Keesokan harinya, sepulang dari survei lapangan, saya melihat dari jauh terdapat 6-8 anak kecil yang sedang duduk didepan kamar saya bersama bapak manager itu. Ketika saya sampai, bapak itu memperkenalkan saya kepada anak-anak itu, “Ini ustadz Fikri, yang akan mengganti ustadz selama di Jakarta”. Seketika saya berkata, “Jangan panggil saya ustadz, panggil saja mas atau abang” (karena saya merasa belum pantas dipanggil ustadz). Lalu salah satu dari anak kecil itu bertanya, “kenapa ustadz, kami diajarkan untuk menghormati orang yang mengajari kami dengan ustadz.”. Karena saya tidak bisa menjelaskan alasannya, akhirnya saya menuruti keinginan mereka. Setelah itu bapak tersebut berpamitan untuk pergi ke Jakarta. Sesuai mandi, saya dijemput oleh salah satu anak kecil tersebut dan mengajak saya sholat berjama’ah. Sesampainya diruang musholla, anak-anak tersebut sudah rapi dishaf mereka dan menunggu saya untuk mengimami sholat mereka. Seusai sholat magrib, mereka mengambil iqra’ dan alqur’an mereka masing-masing. Dan berjalanlah proses belajar mengajar sampai waktu isya’. Seusai sholat isya’, kami pun berpisah. Dan ada 2 anak yang minta ijin ikut bersama saya.

Selagi saya bekerja, mereka diam melihat film kartun yang ada di tablet saya. Tiba-tiba ada salah satu anak yang berbicara dengan saya, “Ustadz, saya punya buku. Dulu bapak saya membawakan buku itu dari kota supaya saya belajar. Tetapi saya tidak tahu kepada siapa saya harus belajar.”. “Boleh saya lihat bukunya?” tanyaku. Anak itu berlari dengan semangat dan kembali dengan membawa buku matematika kelas 2 SD. Saya terkejut, “kamu umur berapa?”. “11 tahun, Ustadz” jawabnya. Lalu saya bertanya, ”Kamu sekolah tidak?”. Anak itu menjawab, “Saya ingin sekali sekolah ustadz. Tapi kata ibu itu tidak mungkin, kota jauh.”. Jawaban anak ini sangat menampar saya. Sungguh beruntungnya saya yang hidup di kota dan dengan mudah mengakses pendidikan. Dengan semua fasilitas yang saya miliki terkadang, saya masih tidak sepenuh hati belajar. “Baiklah, saya akan mengajari kamu ini, tapi setelah shubuh ya. Karena saya masih bekerja saat ini” Kataku. “Iya ustadz, teman-teman boleh ikut?” Tanya anak itu. Setelah aku memperbolehkan anak itu tersenyum dan melanjutkan menonton kartun bersama temannya.

Keesokan paginya, setelah wudhu saya keluar kamar saya, tetapi tidak ada siapa-siapa. Saya mengira anak-anak itu belum bangun. Dan ketika saya masuk musholla, saya terkejut kembali karena mereka semua sudah menunggu saya di musholla. Seusai sholat shubuh, Mereka datang ke saya dan membawa buku yang berbeda-beda. Lalu saya menjelaskan kepada mereka saya tidak bisa mengajarkan mereka semua sekaligus, akhirnya kita buat semacam jadwal pelajaran dari buku-buku yang mereka bawa. Jadi saya akan mengajarkan mereka sesuai buku yang mereka punya. Hal itu berlangsung setiap hari sampai akhir proyek.

Di hari terakhir proyek saya, saya berpamitan dengan mereka. Lalu mereka dengan sedih berkata, “Yah, kalau ustadz pulang, yang ngajari kami siapa?”. Lalu saya berkata, “Untuk saat ini kalian harus belajar satu sama lain, siapa yang paham akan suatu hal harus mengajarkan kepada yang lain. Saya dengar pak manager minggu depan pulang, jadi kalian bisa ceritakan perkembangan kalian kepada beliau”.

Sesampainya di rumah, saya menceritakan kisah ini ke abi saya. Abi saya tersenyum dan menjawab. Allah SWT telah menunjukkanmu cara untuk bersyukur. Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda:


 انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

Artinya: “Lihatlah orang yang berada di bawah kamu, dan jangan lihat orang yang berada di atas kamu, karena dengan begitu kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kamu” (HR. Bukhari-Muslim)

Hadist itu bermaksud agar jika kita ingin mudah bersyukur akan apa yang kita peroleh kita selama ini, lihatlah perjuangan orang yang dibawah kita. Banyak orang yang tidak seberuntung kita mendapatkan pendidikan, mendapatkan fasilitas yang kita dapatkan saat ini. Dan kita juga harus sadar dan ingat bahwa ni’mat yang telah diberikan Allah kepada kita saat ini, tidak semua akan kita bawa mati.  Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda:




إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim)

Perjuangan anak-anak di perkebuhan kelapa sawit tersebut mengajarkan saya banyak hal dalam menjalani kehidupan ini: cara bermimpi, cara berusaha dan cara bersyukur.

Semoga ada hikmah dan manfaat dari pengalaman yang saya ceritakan ini. 

Labels: