Perjuangan Bocah Kelapa Sawit
PERJUANGAN BOCAH
KELAPA SAWIT
Bersyukur adalah ibadah yang mudah untuk diucapkan
tetapi sangat susah untuk diterapkan. Padahal Allah sudah berjanji untuk menambah
ni’mat ketika kita sebagai hamba-Nya mampu bersyukur. Dalam surat Ibrahim ayat 7, Allah SWT berfirman:
لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لاَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ
كَفَرْتُمْ إِنَّ
عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Hal ini menjadi sukar untuk diterapkan karena rasa
syukur akan susah hinggap didalam hati kita jika kita hanya berdiam diri tanpa mengusahakan
sesuatu. Dalam Surat Ar-Ra’d, ayat 11, Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا
بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Dua ayat ini selalu menjadi acuan hidup saya dalam mengusahakan sesuatu,
hal ini telah ditanamkan abi saya dari kecil. Teori Lima Bintang yang telah
diajarkan dari saya kecil sangat melekat dalam diri saya sampai saat ini. Abi
saya selalu mengatakan, dalam mengejar suatu tujuan, kamu harus melakukan hal
itu sepenuh hati, berikan effort terbaikmu, agar rasa syukur lebih mudah
tinggal didalam dirimu.
Sekitar 5 tahun yang lalu, selepas lulus kuliah saya
bekerja di salah satu konsultan asing yang berkecipung dalam dunia pemetaan
perkebunan dan pertambangan. Saat itu saya dikirim ke proyek pemetaan kelapa
sawit di Kalimantan Tengah. Singkat cerita, suatu malam bapak manager kebun itu
masuk ke kamar saya dan teman-teman saya. Beliau bertanya kepada kepada kami,
adakah diantara kami yang bisa mengajar. Teman-teman saya lalu menunjuk saya,
saya yang masih dalam keadaan bingung bertanya kepada bapak tersebut saya harus
mengajar apa dan siapa. Lalu dengan tersenyum bapak berkata kepada saya kalau
dia biasanya mengajar ngaji anak-anak seusai maghrib, namun saat ini dia harus
pulang ke Jakarta, jadi dia perlu orang untuk menggantikannya.
Keesokan harinya, sepulang dari survei lapangan, saya
melihat dari jauh terdapat 6-8 anak kecil yang sedang duduk didepan kamar saya bersama
bapak manager itu. Ketika saya sampai, bapak itu memperkenalkan saya kepada
anak-anak itu, “Ini ustadz Fikri, yang akan mengganti ustadz selama di Jakarta”.
Seketika saya berkata, “Jangan panggil saya ustadz, panggil saja mas atau abang”
(karena saya merasa belum pantas dipanggil ustadz). Lalu salah satu dari anak
kecil itu bertanya, “kenapa ustadz, kami diajarkan untuk menghormati orang yang
mengajari kami dengan ustadz.”. Karena saya tidak bisa menjelaskan alasannya,
akhirnya saya menuruti keinginan mereka. Setelah itu bapak tersebut berpamitan
untuk pergi ke Jakarta. Sesuai mandi, saya dijemput oleh salah satu anak kecil
tersebut dan mengajak saya sholat berjama’ah. Sesampainya diruang musholla, anak-anak
tersebut sudah rapi dishaf mereka dan menunggu saya untuk mengimami sholat
mereka. Seusai sholat magrib, mereka mengambil iqra’ dan alqur’an mereka
masing-masing. Dan berjalanlah proses belajar mengajar sampai waktu isya’. Seusai
sholat isya’, kami pun berpisah. Dan ada 2 anak yang minta ijin ikut bersama
saya.
Selagi saya bekerja, mereka diam melihat film kartun
yang ada di tablet saya. Tiba-tiba ada salah satu anak yang berbicara dengan
saya, “Ustadz, saya punya buku. Dulu bapak saya membawakan buku itu dari kota
supaya saya belajar. Tetapi saya tidak tahu kepada siapa saya harus belajar.”. “Boleh
saya lihat bukunya?” tanyaku. Anak itu berlari dengan semangat dan kembali
dengan membawa buku matematika kelas 2 SD. Saya terkejut, “kamu umur berapa?”. “11
tahun, Ustadz” jawabnya. Lalu saya bertanya, ”Kamu sekolah tidak?”. Anak itu
menjawab, “Saya ingin sekali sekolah ustadz. Tapi kata ibu itu tidak mungkin,
kota jauh.”. Jawaban anak ini sangat menampar saya. Sungguh beruntungnya saya
yang hidup di kota dan dengan mudah mengakses pendidikan. Dengan semua fasilitas
yang saya miliki terkadang, saya masih tidak sepenuh hati belajar. “Baiklah,
saya akan mengajari kamu ini, tapi setelah shubuh ya. Karena saya masih bekerja
saat ini” Kataku. “Iya ustadz, teman-teman boleh ikut?” Tanya anak itu. Setelah
aku memperbolehkan anak itu tersenyum dan melanjutkan menonton kartun bersama
temannya.
Keesokan paginya, setelah wudhu saya keluar kamar
saya, tetapi tidak ada siapa-siapa. Saya mengira anak-anak itu belum bangun. Dan
ketika saya masuk musholla, saya terkejut kembali karena mereka semua sudah
menunggu saya di musholla. Seusai sholat shubuh, Mereka datang ke saya dan membawa
buku yang berbeda-beda. Lalu saya menjelaskan kepada mereka saya tidak bisa mengajarkan
mereka semua sekaligus, akhirnya kita buat semacam jadwal pelajaran dari
buku-buku yang mereka bawa. Jadi saya akan mengajarkan mereka sesuai buku yang
mereka punya. Hal itu berlangsung setiap hari sampai akhir proyek.
Di hari terakhir proyek saya, saya berpamitan
dengan mereka. Lalu mereka dengan sedih berkata, “Yah, kalau ustadz pulang,
yang ngajari kami siapa?”. Lalu saya berkata, “Untuk saat ini kalian harus
belajar satu sama lain, siapa yang paham akan suatu hal harus mengajarkan
kepada yang lain. Saya dengar pak manager minggu depan pulang, jadi kalian bisa
ceritakan perkembangan kalian kepada beliau”.
Sesampainya di rumah, saya menceritakan kisah ini ke
abi saya. Abi saya tersenyum dan menjawab. Allah SWT telah menunjukkanmu cara
untuk bersyukur. Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا
إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ
Artinya: “Lihatlah orang yang berada di bawah kamu, dan jangan lihat orang yang berada di atas kamu, karena dengan begitu kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kamu” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadist itu bermaksud agar jika kita ingin mudah bersyukur akan
apa yang kita peroleh kita selama ini, lihatlah perjuangan orang yang dibawah
kita. Banyak orang yang tidak seberuntung kita mendapatkan pendidikan,
mendapatkan fasilitas yang kita dapatkan saat ini. Dan kita juga harus sadar dan
ingat bahwa ni’mat yang telah diberikan Allah kepada kita saat ini, tidak semua
akan kita bawa mati. Abu Hurairah RA
berkata, Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا
مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ
يَدْعُو لَهُ
Artinya: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga
perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang
sholeh” (HR. Muslim)
Perjuangan anak-anak di perkebuhan kelapa sawit tersebut mengajarkan
saya banyak hal dalam menjalani kehidupan ini: cara bermimpi, cara berusaha dan
cara bersyukur.
Semoga ada hikmah dan manfaat dari pengalaman yang saya
ceritakan ini.
Labels: Pengalaman